ROSITA KEMBALI TANPA HUKUM PANCUNG
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Pancasila
Yang dibina oleh Bapak Drs. Margono, M.Pd., M.Si
Oleh
Norma Dian Prastiwi
110322420004

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA
November 2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi seperti saat ini, untuk memperoleh kehidupan yang layak. Warga Indonesia dituntut untuk bekerja lebih keras lagi demi memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder yang makin lama harga kebutuhan semakin naik tetapi lapangan pekerjaan di Indonesia tidak mampu mencangkup seluruh warga Indonesia untuk dapat bekerja. Akibatnya banyak pengangguran di mana-mana dan kemiskinan tetap merajalela.
Atas dasar hal tersebut, pemerintah Indonesia mengadakan hubungan diplomatik di berbagai negara, khususnya negara Arab Saudi. Dari kerjasama tersebut Indonesia diperbolehkan mengirim warganya untuk bekerja di negara tersebut, salahsatunya sebagai buruh migran atau TKI dengan ketentuan dan UU yang berlaku dari kedua negara yang melakukan kerjasama.
Namun, akhir-akhir ini banyak kasus mengenai kondisi buruh migran yang dihukum mati akibat pelanggaran hukum yang belum pasti. Seperti halnya yang terjadi pada Rosita Siti Sa’adah, tenaga kerja wanita asal Karawang yang bekerja di Uni Emirat Arab.
Hal ini sangat membutuhkan tindakan yang tegas dari pemerintah Indonesia agar tidak ada lagi warga tanah air ini yang menjadi kambing biri-biri atau mangsa keganasan dan mangsa kezaliman dari pemerintahan yang jail.
B. Rumusan Masalah
1. Kasus apa yang mengakibatkan Rosita ditahan oleh kepolisian Arab dan bagaimana Rosita dapat kembali ke tanah air?
2. Bagaimana penerapan hukum di negara Arab terhadap kasus yang menimpa Rosita?
3. Bagaimana pemerintah Indonesia menangani kasus tersebut?
II. PEMBAHASAN
A. Kasus Rosita dan Kembalinya Rosita ke Indonesia
“Kasus yang menimpa TKI asal Kampung Cikelak, Desa Cinta Langgeng, Karawang, Jawa Barat ini adalah penuduhan atas pembunuhan terencana terhadap rekan TKI-nya dan dia juga didakwa berlapis dengan dakwaan berpacaran dengan anak majikan yang diduga sebagai pelaku pembunuhan yang sebenarnya.”(detikNews,2011). Dalam beberapa media dikabarkan bahwa Rosita Siti Saadah mengaku dirinya ditahan oleh kepolisian Arab selama lebih dari 1 tahun. Selama 20 bulan ditahanan Rosita dilarang menghubungi, berbicara, atau membuat pernyataan kepada keluarganya maupun pemerintahan Indonesia. Ketika penahanan Rosita memaparkan pula bahwa dirinya disiksa dan dipaksa mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak dia lakukan. Dia mengaku dipukuli dan tidak diizinkan tidur selama 5 hari oleh kepolisian Arab Saudi. Dan dalam kasus ini Rosita dijatuhi hukuman mati atau pancung. Baru setelah 1 tahun di penjara dan menjalani tiga kali sidang, Pemerintah Indonesia mengetahui kasus Rosita. Selama tiga kali sidang tersebut, Rosita sama sekali tidak didampingi baik oleh pengacara, penerjemah, maupun staf perwakilan pemerintah RI.
“Pada tanggal 11 Juni 2011 kemarin, Rosita dibebaskan dari tahanan. Dan polisi memberikannya tiket dan mengantarkan ke bandara, tanpa melalui perwakilan pemerintah RI. Pembebasannya ini berkat bantuan wakil kepala sifir penjara Fujairah tempat dia ditahan. Pemerintah RI baru mengetahui kepulangan Rosita setelah dua hari dia tiba di Indonesia, berkat bantuan dari Solidaritas Perempuan dan Solidaritas Buruh Migran Karawang yang mendatangi Kementrian Luar Negeri.” (VivaNews,2011). Hal ini merupakan tanda tanya besar atas mengapa kedatangan Rosita dirahasiakan? Entah karena rasa malu dari pemerintah Arab Saudi yang telah mengusut kasus yang salah atau karena tidak ingin hubungan diplomatik terputus ataukah mungkin karena pemerintah Indonesia sendiri yang tidak begitu peduli terhadap kasus-kasus yang menimpa warganya ketika menjadi buruh migran di negara orang.
B. Penerapan Hukum di Negara Arab Saudi terhadap Kasus Rosita
“Hukum yang diterapkan di Uni Emirat Arab ini adalah hukum Qisas atau nyawa dibalas dengan nyawa. Menurut UU Fiqah Islam jika pelaku melakukan pembunuhan dengan niat disengaja atau terencana di dasarkan bukti kukuh, saksi mestilah sekurang-kurangnya dua orang yang tidak diragui. Jika saksi dari ahli keluarga korban maka harus di sokong bukti penting lainnya atau dengan kata lain bukti yang kukuh melakukan pembunuhan.”(Bung Jopi, 2011).
Berdasarkan tatacara hukum Qisas menurut UU Fiqah Islam yang sebenarnya pelaku pembunuhan tidak semestinya di pancung bisa juga menggunakan cara lain seperti di tembak mati atau menggunakan elektrik seperti cara yang digunakan di Negara Barat, selagi tidak memberikan kesakitan yang berkepanjangan terhadap yang dijatuhi hukuman.
Dari kasus yang menimpa Rosita ini belum ada kepastian yang benar namun pihak Arab langsung menjatuhi hukuman pancung atas kematian rekan Rosita yang belum diketahui kejelasannya apakah pembunuhnya benar-benar Rosita atau orang lain. Dan pihak Arab juga merahasiakan bahkan tidak memperbolehkan Rosita menghubungi pihak Indonesia termasuk keluarganya sendiri atas kasus yang menimpa dirinya. Hal ini sebenarnya telah menyimpang dari UU yang berlaku yaitu perlindungan dan pembelaan terhadap TKI di mana tindakan pembunuhan dilakukan didasari oleh perlindungan diri atau mempertahankan diri dari kekejaman yang menyebabkan kecederaan atau kehancuran harga diri atas tuduhan yang tidak jelas.
Negara Arab yang menggunakan hukum Qisas mengikut Fiqah UU islam tidak mampu menerapkan hukum ini dengan baik. Karena hukum ini tidak sepatutnya dikenakan kepada yang dianiaya. Juga model kepemimpinan kapitalisme di Arab yang mendorong Negara Arab melanggar ketentuan UU Islam demi membelah kepentingan marwah kroni dan kaumnya. Menghukum pelaku dengan ‘nyawa dibalas nyawa’ yang dilakukan agar tidak terbongkar yang menjadi Aib bagi mereka. Dalam tindakan merahasiakan informasi mengenai kasus yang menimpa Rosita di sini sebenarnya telah melanggar hukum Internasional yang berlaku saat ini.
C. Tindakan Pemerintah Indonesia
Mengenai kasus ini sangat disayangkan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat kurang tegas. Telah banyak warga negaranya yang dijatuhi hukuman mati bahkan telah banyak pula yang telah di pancung tanpa pembelaan juga adanya beberapa kasus yang dirahasiakan informasinya, tetapi pemerintah Indonesia tetap saja menutup mata dan tidak ada tindakan yang tegas. Pemerintah hanya melakukan pemanggilan dubes Arab Saudi untuk meminta maaf.
Melihat dari berbagai kasus yang ada pemerintah Arab terlalu otoriter dan Indonesianya sendiri tidak mau tahu juga terlalu lemah dalam bertindak. Seharusnya pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi terhadap perlindungan para TKI di Arab Saudi, tidak sekedar meminta maaf. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan penghentian pengiriman TKI ke Arab Saudi atau dapat pula melakukan tindakan diplomatik untuk memperlihatkan ketidaksenangan Indonesia atas perlakuan terhadap warganya. Ataupun dengan pemanggilan pulang Dubes Indonesia di Arab, dapat pula dengan memperkecil dan mengurangi jumlah personel perwakilan Indonesia di Arab, meski tidak harus memutuskan hubungan diplomatik di kedua negara.
Mungkin pula pemerintah Indonesia untuk lebih memerhatikan warganya yang bekerja di luar Indonesia dengan memberikan bekal pengetahuan hukum dan politik di negara yang akan didatangi ataupun dengan menciptakan lapangan pekerjaan dari hasil bumi Indonesia sendiri yaitu pemanfaatan sumber daya yang ada.
Pendidikan bagi Tenaga Kerja di luar negeri sangatlah penting agar mereka tidak ditindaki semena-mena dan setidaknya para TKI tahu apa yang semestinya dilakukan ketika mereka mengalami kesulitan saat bekerja di negara orang.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
· Kasus yang menimpa Rosita Siti Saadah yaitu penuduhan yang belum jelas kebenarannya atas pembunuhan yang dilakukan terhadap rekan kerjanya sesama TKI. Kepulangannya berkat bantuan wakil kepala sipir penjara Fujairah.
· Penerapan hukum yang dimiliki negara Arab yaitu hukum Qisas menurut Fiqah UU Islam. Namun negara Arab melanggar Hukum Internasional yang berlaku dengan merahasiakan informasi kasus TKI.
· Dalam kasus ini pemerintah Indonesia kurang begitu tegas. Pemerintah hanya memanggil Dubes Arab Saudi, tanpa ada komitmen yang tinggi terhadap perlindungan TKI di Arab Saudi.
B. Saran
· Sebagai terdakwa sekaligus korban dari penuduhan yang belum jelas seharusnya para TKI dapat belajar dari berbagai kasus yang menimpa mereka.
· Negara Arab yang merupakan negara islam yang kental seharusnya tidak bertindak otoriter dan melupakan hukum internasional yang ada.
· Sebaiknya pemerintah Indonesia memberi bekal ilmu pengetahuan mengenai politik dan hukum yang berlaku di negara yang akan dituju para TKI, mengfungsikan kembali pusat aduan di setiap KBRI, serta mengontrol nasib juga keberadaan buruh secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Nursyam, Syamsu. 2011. TKW Asal Karawang Terancam Hukum Pancung. (Online),(http://www.liputan6.com), diakses 13 September 2011.
Yunita, Ken. 2011. Kisah TKI di Arab. (Online), (http://www.detikNews.com), diakses 14 september 2011.
Galih, Bayu. 2011. Lolos Eksekusi Mati, TKI ini Malah Diabaikan. (Online), (http://www.VIVAnews.com/eh/ loloshukuman.html), diakses 14 september 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar